Jomblo. Satu kosakata yang sangat ditakuti oleh banyak orang saat ini terutama remaja. Why? Karena kosakata ini mengandung makna negatif yang bikin alergi. Suatu pertanda tidak lakunya seseorang untuk mendapatkan teman kencan dari lawan jenis. Idih…nggak laku? Emangnya jualan kolor?
Tapi asli kok, banyak banget remaja apalagi kalangan cewek yang merasa seperti kena kutukan kalo sampe predikat jomblo mereka sandang. Akhirnya dengan berbagai macam cara mereka berusaha untuk melepaskan kutukan ini meskipun dengan berbagai cara. Sudah nonton film 30 Hari Mencari Cinta? Di film itu kan menceritakan tiga orang remaja cewek yang sama-sama berada pada kondisi jomblo. Mereka membuat kesepakatan untuk mencari pacar dalam waktu 30 hari. Bagi yang menang, maka ia akan menjadi raja dan diperlakukan bak putri karena semua pekerjaan rumah akan dikerjakan oleh yang kalah.
Singkat cerita, mereka bertiga benar-benar fokus untuk mendapatkan pacar dalam rentang waktu itu. Karena ngebetnya, sampai-sampai harga diri pun sempat akan tergadaikan ketika sang pacar menginginkan making love alias berhubungan seksual layaknya suami-istri. Belum lagi ngebetnya salah satu tokoh di sana pingin merasakan nikmatnya ciuman bibir sampai melatih diri dengan guling. Naudzhubillah.
Belum lagi resiko bubarnya persahabatan yang mereka bina selama ini hanya karena cemburu dan khawatir pacarnya diembat sahabat sendiri. Meskipun ending-nya semua pacar-pacar karbitan itu pada bubar, tapi kita bisa melihat seberapa parah kondisi remaja kita saat ini terutama dalam pergaulannya.
So, ternyata predikat jomblo begitu menakutkan buat sebagian remaja yang miskin iman. Mereka lebih memilih jalan maksiat dengan pacaran daripada menyandang status ini. Meskipun seringkali dalam pacaran mereka juga merasa terpaksa. Bisa karena dipaksa teman, bisa karena dipaksa ortu, bisa juga dipaksa diri sendiri karena konsep diri yang salah. Jadi emang bisa banyak alasan.
Dipaksa teman terjadi bila teman satu genk pada punya cowok semua. Trus ada satu yang nganggur. Jadilah ada pemaksaan beramai-ramai supaya yang satu ini segera dapat gebetan. Udah deh, siapa aja boleh asal berstatus cowok. Waduh, gawat juga kan. Bisa-bisa sapi dipakein celana bisa diembat juga tuh saking nafsunya (hehehe…)
Ortu bisa jadi mengambil peranan dalam ajang kemaksiatan ini. Ada loh beberapa tipe ortu yang kelimpungan ketika anak gadisnya belum punya pacar. Padahal anaknya sendiri udah nyadar bahwa ini adalah ajang berlumur dosa. Eh, ortunya ngotot agar sih anak nyari pacar. Tulalit banget kan?
Atau bisa juga konsep diri remaja yang salah. Ia merasa merana tanpa punya pacar. Ia merasa jelek dan nggak laku ketika belum pernah merasakan rasanya pacaran. Ia akan jauh lebih bahagia bila ada cowok di sampingnya. Nah, ini adalah konsep yang salah dan menyesatkan.
Belum lagi dorongan media baik TV, radio ataupun majalah yang menawarkan gaya hidup bebas dengan label pacaran yang semakin gencar dilakukan. Udah deh, itu semua adalah banyak faktor yang bikin remaja ngebet untuk bisa pacaran. Padahal, apa sih yang didapat oleh pacaran, adalah perbuatan yang bisa kamu putuskan dengan sadar. Jadi, tulisan kali ini akan membantu kamu untuk membuat keputusan benar dalam hidup. Jangan sampai kamu melakukan perbuatan yang salah dan membuatmu menyesal kemudian. Lanjut!
Kenapa harus pacaran?
Hayo…bisa nggak kamu jawab pertanyaan ini? Kenapa harus pacaran? Hmm…mungkin di antara kamu ada yang menjawab:
‘biar nggak kuper’
‘biar nggak dibilang nggak laku’
‘biar ada cowok yang sayang sama kita’
‘biar ada semangat untuk belajar’
‘biar nggak malu dengan teman-teman yang pada punya pacar juga’
‘sekedar pingin tahu rasanya’
dll, masih banyak lagi alasan yang bisa kamu ajukan sebagai pembenaran. Oke deh, kita coba telaah satu per satu yah, masuk akal nggak sih alasan-alasan yang kamu punya itu.
Pacaran, adalah aktivitas yang dilakukan berdua dengan sang kekasih sebelum menikah. Aktivitas atau kegiatan ini bisa bermacam-macam bentuknya. Bisa nonton bareng, makan bakso berdua, jalan berdua atau belajar bersama. Tapi alasan terakhir ini kayaknya banyak nggak jadi belajarnya deh karena pada sibuk mantengin gebetan masing-masing. Iya apa iya?
Kalo kamu sekedar takut dibilang kuper karena nggak mau pacaran, maka mereka para aktivis pacaran itulah yang sebenarnya orang paling kuper dan kupeng sedunia. Why? Karena saya yakin orang pacaran itu dunianya akan berkutat dari pengetahuan tentang doi aja. Coba kamu tanya apa dia tahu perkembangan teknologi terkini? Apa dia tahu di Palestina itu ada masalah apaan sih? Apa dia juga tahu kalo Amerika itu ternyata adalah teroris sejati?
Yakin deh, pasti mereka yang suka pacaran itu nggak bakalan tahu topik beginian. Kalo begitu, mereka itulah yang kuper dan kupeng. Paling tahunya cuma apa hobi sang pacar, apa wakna favoritnya, apa makanan kesukaannya, dll. Coba Tanya berapa nilai ulangan matematikanya, fasih nggak bahasa Inggris-nya, bagus nggak karangan bahasa Indonesia-nya, dan hal-hal seputar itu, pasti deh aktivis pacaran pada bloon untuk hal beginian. Kalo pun ada yang pintar, itu sama sekali nggak ada hubungannya dengan pacaran sebagai semangat belajar.
Sebaliknya, pacaran adalah adalah ajang maksiat. Bukankah sudah dikatakan oleh Rasulullah saw., “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka tidak boleh baginya berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita, sedangkan wanita itu tidak bersama mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiga di antara mereka adalah setan” (HR Ahmad)
Waduh, emang kamu mau jadi temannya setan? Hiii, naudzubillah banget tuh.
Jangan beralasan kamu kuat iman, maka tetep aja ngeyel berdua-duaan. Banyak tuh kasus ngakunya aktivis rohis dan niatnya dakwah eh..malah kebablasan pacaran. Teman SMA saya dulu aja ada yang MBA alias Married By Accident alias lagi hamil di luar nikah karena pacaran. Udah sekolahnya nggak bisa lanjut karena perutnya semakin gendut, ia adalah pihak yang dirugikan. Tuh, si laki-laki yang menghamili bisa dengan enaknya melanjutkan sekolah sampe tuntas. Belum lagi beban dosa besar yang harus ia tanggung. Ingat, berzina adalah salah satu dosa besar yang hanya bisa ditebus dengan taubatan nasuha. Taubat yang sungguh-sungguh dan tak akan pernah mengulangi lagi. Bukan taubat jenis tomat, saat ini tobat, besok kumat. Duh, itu sih namanya main-main alias nggak serius dan mau berubah total. Nggak baik, Non!
Kok bisa? Di saat teman-teman pada risih dengan status jomblo, masa’ sih malah bisa dijadikan status pilihan? Bisa aja, why not gitu loh? Lagian tergantung persepsi kan?
Kondisi jomblo adalah kondisi yang independen, mandiri. Di saat teman-teman cewek lain serasa nggak bisa hidup tanpa gebetan, kamu merasa sebaliknya. Nggak harus jadi cewek tuh aleman, manja, tergantung ke cowok, dan merasa lemah. Huh…jijay bajay banget. Jadi cewek kudu punya pendirian, nggak asal ikut-ikutan. Meskipun teman satu sekolah memilih pacaran sebagai jalan hidup, kamu tetap keukeuh dengan prinsip: “jomblo tapi sholihah”. Huhuy!
Dulu, waktu saya masih duduk manis di bangku SMP dan SMA, ada seorang teman yang ngebet banget pingin punya pacar. Sampe-sampe kalo ada kuis di majalah remaja tentang siap-enggaknya pacaran, doi termasuk yang rajin mengisi untuk tahu jawabannya. Ternyata doi tipe yang sudah siap banget. Akhirnya fokus perhatian dia hanya ke cita-cita pingin punya pacar dan pacar mulu. Prestasi sekolah jadi anjlok. Padahal ternyata nggak ada yang mau sama doi (backsound : Kacian banget!).
Nah, beda kasus dengan muslimah sholihah. Ada atau nggak ada yang mau, dia nggak bakal ambil pusing. Mikirin rumus fisika aja sudah cukup pusing, pake mikir hal lain. Maksudnya, mikirin pacar atau pacaran adalah sesuatu yang nggak penting bagi dirinya. Selain ngabisin waktu dan energi, yang pasti menguras konsentrasi dan emosi.
Kalo kamu jadi cewek sudah oke, baik di otaknya, kepribadiannya apalagi akhlaknya, jadi jomblo bukan sesuatu yang terpaksa tuh. Malah jomblo adalah sebuah kebanggaan. Kamu bisa tunjukkan kalo jomblo adalah harga diri. Menjadi jomblo bukan karena nggak ada yang mau, tapi kitanya yang emang nggak mau kok sama cowok-cowok anak kecil itu. Lho, kok?
Iya, cowok kalo beraninya cuma pacaran itu namanya masih cowok kecil. Masa’ masih kecil udah pacaran. Huh! Kalo cowok yang udah dewasa, pasti ia nggak berani pacaran, tapi langsung dating ke ortu si cewek dan ngelamar. Merit deh jadinya. Selain menunjukkan tanggung jawab, cowok dewasa tahu kalo pacaran cuma ajang tipu-tipu dan aktivitas berlumur dosa. Hayo…pada berani nggak cowok-cowok kecil itu?
Jangan pernah takut diolok teman sebagai jomblo. Jangan pernah malu disebut nggak laku. Toh, mereka yang berpacaran saat ini belum tentu juga jadi nikah nantinya. Tul nggak? Malah yang banyak adalah putus di tengah jalan, patah hati terus bunuh diri. Hiii, naudzubillah. Atau bisa jadi karena takut dibilang jomblo malah dapat predikat MBA tanpa harus kuliah alias Married By Accident.
Lagipula, cewek kalo mau dipacarin kesannya adalah cewek gampangan. Gampang aja dibohongin, gampang diboncengin, gampang dijamah, dan gampang-gampang yang lain. Idih…nggak asyik banget! Toh, nantinya para cowok itu juga bakal males sama cewek beginian karena udah tahu ‘dalemannya’, mereka pinginnya dapat cewek baik-baik.
Terlepas apa motivasi mereka, yang pasti kamu kudu punya patokan atau standar tersendiri. Kamu nggak mau pacaran karena itu dosa. Kamu memilih jomblo karena itu berpahala dan jauh dari maksiat. Kamu nggak bakal ikut-ikutan pacaran karena takut dibilang jomblo dan nggak gaul. Kamu tetap keukeuh pada pendirian karena muslimah itu orang yang punya prinsip. Itu artinya, kamu selalu punya harga diri atas prinsip yang kamu pegang teguh. Iya nggak seh?
Karena banyak juga mereka yang meskipun sudah menutup aurat dengan kerudung gaul, masih enggan disebut jomblo. Jadilah mereka terlibat affair bernama pacaran sekadar untuk gaya-gayaan. Bener-benar nggak ada bedanya dengan mereka yang nggak pake kerudung. Malah parahnya, masyarakat akan antipati sama muslimah tipe ini. Berkerudung tapi pacaran. Berkeredung tapi masih suka boncengan sama cowok non mahrom. Berkerudung tapi sering berduaan sama cowok dan runtang-runtung nggak jelas juntrungannya. Padahal, kelakuannya yang model begitu itu bisa membuat jelek citra kerudung, imej Islam jadi rusak, dan tentunya doi bikin peluang orang lain untuk menilai dan memukul rata bahwa doi mewakili muslimah. Parah banget!
Intinya, predikat jomblo jauh lebih mulia kalo kamu menghindari pacaran karena takut dosa. Menjadi jomblo jauh lebih bermartabat kalo itu diniatkan menjauhi maksiat. Menjadi jomblo sama dengan sholihah kalo itu diniatkan karena Allah semata. Bukankah hidup ini cuma sementara saja? Jadi rugi banget kalo hidup sekali dan itu nggak dibikin berarti. Jadi kalo ada yang rese dengan kamu karena status jomblomu, katakan saja ‘jomblo tapi sholihah, so what gitu loh!’. Hidup
>Sumber : http://alfiyandi.wordpress.com/2009/05/page/2/