TEORI NILAI GUNA (UTILITY)
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan: Pendekatan Nilai guna (utiliti) cardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Dalam pendekatan nilai guna cardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Dalam pendekatan nilai guna ordinal, Manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak dikuantifikasi. Tingkah laku seorang konsumen untuk memilih barang-barang yang akan memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan dengan bantuan Kurva kepuasan sama yaitu kurva yang menggambarkan gabungan barang yang akan memberikan nilai guna (kepuasan) yang sama.
Teori Nilai Guna (utility)
Didalam teori ekonomi kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan barang-barang dinamakan nilai guna atau utility. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka makin tinggilah nilai gunanya atau utilitinya.
Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian:
nilai guna total dan
nilai guna marjinal.
Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marjinal berarti pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.
Qx | Tux | Mux |
0 | 0 |
|
1 | 10 | 10 |
2 | 18 | 8 |
3 | 24 | 6 |
4 | 28 | 4 |
5 | 30 | 2 |
6 | 30 | 0 |
7 | 28 | -2 |
8 | 24 | -4 |
9 | 18 | -6 |
Maksimisasi Nilai Guna
Setiap orang berusaha untuk memaksimalkan kepuasan dari konsumsi barang. Untuk konsumsi satu jenis barang, maka kepuasan maksimum dapat dicapai pada saat nilai guna total (TU) mencapai maksimum.
Jika konsumen mengkonsumsi lebih dari satu barang, maka penentuan kepuasan maksimum dapat dicapai:
Jika ada 2 barang dan harganya sama, maka kepuasan maksimum MUx=MUy
Jika ada 2 barang dengan harga yang berbeda, maka tambahan kepuasan (MU) yang lebih besar diperoleh dari barang dengan harga yang lebih rendah dengan MUx=MUy
Dengan harga barang yang berbeda, maka syarat untuk memperoleh nilai guna maksimum (TU) adalah setiap rupiah yang dikeluarkan untuk 1 unit tambahan berbagai jenis barang akan memberikan MU yang sam atau =
Faktor yang dapat merubah permintaan suatu barang:
Faktor substitusi/penggantian (substitution effect)
Jika P naik, maka MU per rupiah menjadi turun dan sebaliknya dan barang lain tidak berubah, maka konsumen akan menambah konsumsi barang dengan P tetap dan mengurangi barang dengan P naik. Dengan demikian demand barang dengan P naik menjadi turun dan meningkatkan demand barang dengan P tetap.
Faktor pendapatan (Income effect)
Dengan pendapatan tetap dan P naik (turun), maka daya beli pendapatan menurun (meningkat), sehingga konsumen mengurangi (menambah) konsumsi barang dengan P naik (turun).
Hipotesis Utama Teori Nilai Guna
Hipotesis utama teori nilai guna, atau lebih dikenal sebagai Hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif yaitu apabila konsumsi ke atas barang tersebut ditambah satu unit lagi, maka nilai guna total akan menjadi semakin sedikit. Pada hakikatnya hipotesis tersebut menjelaskan bahwa pertambahan yang terus-menerus dalam megkonsumsi suatu barang tidak secara terus-menerus menambah kepuasan yang dinikmati orang yang mengkonsumsikannya.
Cara Memaksimumkan Nilai Guna
Kerumitan yang ditimbulkan untuk menentukan susunan atau komposisi dan jumlah barang yang akan mewujudkan nilai guna yang maksimum bersumber dari perbedaan harga-harga berbagai barang. Kalau harga barang adalah bersamaan, nilai guna akan mencapai tingkat yang maksimum apabila nilai guna marjinal dari setiap barang adalah sama.
Syarat Pemaksimuman Nilai Guna
Dalam keadaan dimana harga-harga berbagai macam barang adalah berbeda. Syarat yang harus dipenuhi agar barang-barang yang dikonsumsikan akan memberikan nilai guna yang maksimum adalah: Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya.
Teori Nilai Guna dan Teori Permintaan
Dengan menggunakan teori nilai guna dapat diterangkan sebabnya kurva permintaan bersifat menurun dari kiri atas ke kanan bawah yang menggambarkan bahwa semakin rendah harga suatu barang, semakin banyak permintaan ke atasnya. Ada 2 faktor yang menyebabkan permintaan keatas suatu barang berubah apabila harga barang itu mengalami perubahan: Efek penggantian dan Efek pendapatan.
Efek Penggantian
Perubahan suatu barang mengubah nilai guna marjinal per rupiah dari barang yang mengalami perubahan harga tersebut. Kalau harga mengalami kenaikan, nilai guna marjinal per rupiah yang diwujudkan oleh barang tersebut menjadi semakin rendah. Misal, harga barang A bertambah tinggi, maka sebagai akibatnya sekarang MU barang A/PA menjadi lebih kecil dari semula. Kalau harga barang-barang lainnya tidak mengalami perubahan lagi maka perbandingan diantara nilai guna marjinal barang-barang itu dengan harganya (atau nilai guna marjinal per rupiah dan barang-barang itu) tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, untuk barang B misalnya, MU barang B/PB yang sekarang adalah sama dengan sebelumnya. Berarti sesudah harga barang A naik, keadaan yang berikut berlaku:
Dalam keadan seperti diatas, nilai guna akan menjadi bertambah banyak (maka kepuasan konsumen akan menjadi bertambah tinggi) sekiranya konsumen itu membeli lebih banyak barang B dan mengurangi pembelian barang A. kedaan diatas menunjukkan bahwa kalau harga naik, permintaan terhadap barang yang mengalami kenaikan harga tersebut akan menjadi semakin sedikit.
Dengan cara yang sama sekarang tidak susah untuk menunjukkan bahwa penurunan harga menyebabkan permintaan ke atas barang yang mengalami penurunan harga itu akan menjadi bertambah banyak. Penurunan harga menyebabkan barang itu mewujudkan nilai guna marjinal per rupiah yang lebih tinggi daripada nilai guna marjinal per rupiah dari barang-barang lainnya yang tak berubah harganya. Maka, karena membeli barang tersebut akan memaksimumkan nilai guna, permintaan ke atas barang tersebut menjadi bertambah banyak apabila harganya bertambah rendah.
Efek Pendapatan
Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain, kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga menyebabkan konsumen mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang yang mengalami kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan pendapatan riil bertambah, dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah barang yang dibelinya. Akibat dari perubahan harga kepada pendapatan ini, yang disebut efek pendapatan, lebih memperkuat lagi efek panggantian didalam mewujudkan kurva permintaan yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
Surplus Konsumen
Surplus konsumen adalah kelebihan kepuasan yang dinikmati oleh konsumen atau selisih antara kepuasan yang diperoleh oleh konsumen dari mengkonsumsi barang dengan pembayaran yang dilakukan untuk mengkonsumsi barang tersebut.
Nilai guna total (TU)=0ABQ Konsumen bersedia membayar = 0QBP Surplus konsumen =APB
Jika Si A menganggap harga barang S Rp 50.000 dan sampai di took berharga Rp 40.000, maka surplus konsumen Rp 10.000
-
Jumlah Konsumsi Mangga Per Minggu
Harga dibayar Konsumen (Rp)
Surplus Konsumen jika P Mangga
(Rp 700/buah)
Akumulasi Nilai Surplus
1
1.700
1.000
1.000
2
1.500
800
1.800
3
1.300
600
2.400
4
1.100
400
2.800
5
900
200
3.000
6
700
0
3.000
7
500*)
8
300*)
*) mangga ke 7 dan 8 tidak dibeli karena P pasar > P yang dibayar konsumen.
Analisis Kepuasan Sama
Indifference Curve (Kurva kepuasan sama) adalah kurva yang memberikan berbagai kombinasi yang memberikan kepuasan yang sama.
-
Utiliti 100
Utiliti 118
Produk (Y)
Jasa (X)
Produk (Y)
Jasa (X)
2
10
4
10
4
6
5
8
5
5
7
6
9
3
10
5
MRS untuk IC1. Jika Y, 24, maka X, 106
Budget Line (Garis Anggaran)
Total anggaran = Pengeluaran untuk produk Y + Pengeluaran untuk Jasa X = Py Qy + Px Qx
Berikut ini disajikan contoh.
Py =Rp 250 per unit dan Px = Rp 100 per unit dengan anggaran Rp 1.000, Rp 1.500, dan Rp 2.000. Jika anggaran untuk membeli produk Y atau X, maka akan diperoleh produk Y atau X sebanyak:
Qy = = 4 unit dan Qy = = 10 unit
Garis anggaran yang relevan = B = 250 Y + 100 X
-
Anggaran Rp 1.000
Anggaran Rp 1.500
Anggaran Rp 2.000
Produk
Jasa
Produk
Jasa
Produk
Jasa
4
0
6
0
8
0
0
10
0
15
0
20
U1=100 U2=118
Anggaran Rp 1.000 tidak cukup untuk keranjang belanja yang terletak pada U1=100 atau U2 =118
Pengeluaran minimum sebesar Rp 1.500 diperlukan untuk mencapai tingkat utiliti U1 = 100 dan pengeluaran minimum diperlukan untuk mencapai tingkat utiliti U2 = 118.
Jika Py turun dari Rp 250 menjadi Rp 150 dan menjadi Rp 75 dan Px tidak berubah. Anggaran Rp 1.500.
Anggaran Rp 1.500 | |||||
Produk Rp 250 | Jasa Rp 100 | Produk Rp 150 | Jasa Rp 100 | Produk Rp 75 | Jasa Rp 100 |
4 | 0 | 12 | 0 | 24 | 0 |
0 | 15 | 0 | 15 | 0 | 15 |
U2=118 U2=100
Jadi maksimum produk yang dapat diperoleh dengan harga produk Rp 250 per unit adalah 6 unit, dengan harga Rp 150 per unit adalah 12 unit, dan dengan harga Rp 75 per unit adalah 24 unit. Pada saat harga produk berubah, konsumen terpengaruh dalam dua hal:
a). Pengaruh pendapatan (Income Effect) yakni peningkatan (penurunan) seluruh konsumsi yang dilakukan sebagai akibat dari penurunan (kenaikan) harga.
b). Pengaruh substitusi (Substitution Effect) yakni perubahan konsumsi secara relatif yang terjadi pada saat konsumen mengganti produk yang lebih mahal dengan produk yang berharga lebih murah.
Jika diketahui PY = Rp 250 per unit dan PX = Rp 100 per unit dengan U1 = 100 merupakan tingkat kepuasan yang tertinggi yang dapat dicapai dengan anggaran sebesar Rp 1.500. Hal ini menjadikan konsumsi jasa sebanyak 10 unit dan produk sebanyak 2 unit.
Perubahan harga dan pendapatan terhadap kepuasan konsumen.
Perubahan pendapatan barang
Perubahan harga konsumsi.
NILAI GUNA, BENTUK DAN BERHENTINYA KEBIASAAN.
Menurut M Abraham Garcia-Torres, Nilai Guna pada barang yang sama, dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu :
jangka waktu konsumsi barang yang sama.
daya ingat konsumen
kualitas barang
Jangka Waktu Konsumsi Barang
jika jangka waktu konsumsi cukup lama maka ingatan konsumen harus bekerja lebih keras untuk membangkitkan pengalaman yang lalu. kemudian konsumen akan dapat menikmati konsumsi berikutnya. karena jangka waktu berkurang, konsumen akan merasakan kebosanan pada barang yang sama.
Daya Ingat Konsumen
Memori yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama diperlukan antara konsumsi untuk barang yang sama. Pembuktian fakta ini, adalah bentuk kebiasaan yang lebih kuat antara orang dewasa dan anak - anak. Dua kelompok ini dapat mengkonsumsi barang yang sama , atau melakukan hal yang sama tapi mengalami kebosanan setelah jangka waktu yang berbeda, yaitu orang dewasa lebih cepat bosan daripada anak- anak.
Kualitas Barang
Peningkatan kualitas barang (ceteris paribus) akan menyebabkan peningkatan nilai guna pengalaman. Lalu bagaimana kebiasaan terbentuk ? Konsumen mempelajari seberapa lama waktu yang dia perlukan antara konsumsi yang satu dengan berikutnya. jika dia bisa mengkonsumsi barang tersebut selamaya. Bagaimana dia bisa menghentikan kebiasaan tersebut? Jika dalam proses perkembangan kebiasaan dia berbuat kesalahan dan menurunkan waktu konsumsi barang , kemudian otaknya akan mengembangkan rasa bosan pada barang tersebut.
Rasa bosan tersebut mungkin semacam dia tidak ingin mengkonsumsi barang itu lagi dalam jangka waktu yang lama dan selamanya. Pada poin ini dia kan menghentikan kebiasaan . berdasarkan alasan ini kita bisa mengelompokan kebiasaan konsumsi ini sebagai berikut :
Kecanduan : yaitu tindakan konsumsi barang dalam jangka waktu yang lama dan tidak bisa dihindari. kecanduan biasanya terjadi pada Narkoba dan berjudi. tapi beberapa masyarakat masih menerima beberapa kecanduan seperti pada teh, kopi, rokok dan seterusya yang dianggap sebagai kebiasaan.
Kebiasaan abadi : yaitu tindakan konsumsi barang dimana konsumen belajar bagaimana untuk menghabiskanya. Ini berarti dia telah mencapai jangka waktu yang tepat untuk mengkonsumsi barang tersebut tanpa menjadi bosan.
kebiasaan sesaat : yaitu tindakan konsumsi terhadap suatu barang yang akan memberikan nilai guna kepada konsumen hanya untuk sesekali. setelah itu dia akan bosan pada barang tersebut. kalau sudah begitu dia akan memiliki dua pilihan, tidak menggunakan barang itu lagi atau mencoba untuk mencari barang sejenis dengan kualitas yang lebih baik dan masih memberikan dia nilai guna.
Mencari kenikmatan baru : konsumen membeli hanya karena rasa ingin tahu, dan akan menikmati sampai kesenanganya hilang.ketika kesenanganya berlalu maka barang itu sudah tidak berguna lagi bagi dia.
Kebiasaan abadi bisa berubah menjadi kebiasaan sesaat jika dia melakukan kesalahan dengan mengkonsumsi barang tersebut terlalu banyak dalam jangka waktu yang singkat. begitu pula kebiasaan sesaat bisa menjadi Kebiasaan abadi jika dia berusaha menggunakanya dengan semestinya . Dengan kata lain klasifikasi mungkin saja berubah setiap saat . Tapi secara sederhan kita bisa menyimpulkan bahwa jangka waktu antara konsumsi barang yang sama adalah tetap. Dengan begitu kita bisa memahami dinamika Preferensi.
Konsumen Dan Kenikmatan Baru.
Bagaimana komoditas baru bisa meningkatkan nilai guna konsumsi? Dari Sudut Pandang konsumen, ini merupakan rangsangan baru yang membuat mereka ingin memiliki pengalaman lebih banyak dan membuat mereka merasa nyaman. Kebanyakan rangsangan ini kita dapatkan lebih dari satu hari. rangsangan ini bukan berasal dari belanja tapi bisa jadi dari pekerjaan, kita sendiri, dari teman keluarga dan lain-lain. Tapi untuk sekarang dan akan datang kita juga mendapatkan rangsangan dari koran, buku baru, kaos baru dan sesuatu yang kita beli.
Kenikmatan baru adalah salah satu faktor yang mempengaruhi Decision Utility. kenikmatan baru membuat barang menjadi penting. tapi kenikmatan tersebut akan hilang seiring pertamabahan waktu. Ada juga nilai intrinsik yang ditawarkan oleh barang kepada konsumen dalam kapsitasnya membangkitkan nilai hedonistik positif. Dalam hal ini barang sangat potensial untuk menjadi kebiasaan. Pertama kali seseorang merokok, dia melakukanya karena itu adalah hal yang baru bagi dia dan dia ingin mencoba. Tapi sekali Kenikmatan itu hilang, kecanduan barang akan membuat konsumen terus mengkonsumsi barang tersebut. Perokok biasa membeli rokok bukan karena kesenangan tapi karena dia sudah tidak bias meninggalkanya.
Sumber :
http://ramaalessandro2.multiply.com/journal/item/2