Gelatin adalah suatu polipeptida larut berasal dari kolagen, yang merupakan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat binatang. Gelatin diperoleh melalui hidrolisis parsial dari kolagen. Ketika kolagen diperlakukan dengan asam atau basa dan diikuti dengan panas, struktur fibrosa kolagen dipecah ireversibel menghasilkan gelatin (Zhou dan Regenstein, 2004, 2005).
Gelatin merupakan salah satu bahan yang paling banyak digunakan dalam farmasi dan industri makanan. Kulit dan tulang mamalia digunakan sebagai bahan baku industri gelatin. Namun, adanya penyakit bovine spongiform encephalopathy (BSE), transmissible spongiform encephalopathy (TSE) dan penyakit kaki dan mulut (PMK) telah mengakibatkan kecemasan di kalangan pengguna gelatin dan produk gelatin yang diturunkan dari hewan mamalia tersebut (Jongjareonrak et al., 2005).
Gelatin merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang
secara alami terdapat pada tulang atau kulit binatang seperti ; ikan,
sapi dan babi.
Gelatin yang diperoleh dari babi merupakan gelatin yang paling luas dipakai dalam industri pangan dan obat-obatan, mengingat gelatin yang didapat dari hewan ini paling murah dibanding hewan lainnya.
Gelatin yang diperoleh dari babi merupakan gelatin yang paling luas dipakai dalam industri pangan dan obat-obatan, mengingat gelatin yang didapat dari hewan ini paling murah dibanding hewan lainnya.
Sebagian Negara mewajibkan para produsen untuk mencantumkan kode
komposisi bahan baku dari barang olahan, kode gelatin yang berasal dari
babi, antara lain : 101, 101A, 120, 150, 153, 160A, 160B, 161A, 161C,
163, 200, 270, 304, 310-312, 326, 327, 334, 336, 337, 350, 353, 422,
430, 436, 162, 470, 478, 481, 483, 491, 495, 542, 572, 575, 631, 904A.
Sebelum menjelaskan hukum gelatin dari babi, harus dijelaskan terlebih
dahulu hukum istihalah (perubahan suatu wujud menjadi wujud lain),
seperti : wujud babi berubah menjadi garam, apakah garam tersebut
hukumnya halal atau menjadi haram. Terdapat perbedaan pendapat para
ulama mazhab dalam hal ini.
Para ulama mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa bila seekor babi jatuh ke dalam tambak pembuatan garam lalu mati dan berubah menjadi garam, maka garam tersebut hukumnya halal. Karena zat babi telah berubah menjadi garam dan garam hukumnya adalah halal.
Para ulama mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa bila seekor babi jatuh ke dalam tambak pembuatan garam lalu mati dan berubah menjadi garam, maka garam tersebut hukumnya halal. Karena zat babi telah berubah menjadi garam dan garam hukumnya adalah halal.
para ulama mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa garam yang
berasal dari perubahan wujud babi hukumnya tetap haram, karena zat babi
adalah najis sekalipun najis tersebut berubah bentuk menjadi zat lain
hukumnya tetap najis.
Dari dua pendapat ulama tentang hukum garam yang berasal dari babi dapat
di-takhrij hukum gelatin yang berasal dari kulit dan tulang babi.
Para ulama yang bermazhab Syafi’i dan Hanbali tentu akan mengharamkan gelatin yang diperoleh dari babi sekalipun zat gelatin tersebut berbeda bentuk fisik dan sifat kimianya dengan kolagen babi yang merupakan asal dari gelatin.
Adapun para ulama yang bermazhab Hanafi dan Maliki, atau yang mendukung pendapat bahwa perubahan wujud dari suatu zat menjadi zat lain hukumnya juga akan berubah, namun mereka juga berbeda pendapat tentang kehalalan gelatin yang diperoleh dari babi.
Para ulama yang bermazhab Syafi’i dan Hanbali tentu akan mengharamkan gelatin yang diperoleh dari babi sekalipun zat gelatin tersebut berbeda bentuk fisik dan sifat kimianya dengan kolagen babi yang merupakan asal dari gelatin.
Adapun para ulama yang bermazhab Hanafi dan Maliki, atau yang mendukung pendapat bahwa perubahan wujud dari suatu zat menjadi zat lain hukumnya juga akan berubah, namun mereka juga berbeda pendapat tentang kehalalan gelatin yang diperoleh dari babi.
- VAKSIN YANG MENGANDUNG GELATIN BABI
Sebagaimana telah diketahui bahwa gelatin babi hukumnya adalah najis,
lalu bagaimanakah hukum melakukan vaksinasi untuk kekebalan tubuh
terhadap penyakit tertentu, seperti vaksin meningitis yang merupakan
persyaratan untuk mendapatkan visa dan umrah?
Laporan dari berbagai sumber memang dinyatakan bahwa vaksin meningitis mengandung gelatin babi. Gelatin babi hukumnya najis serta haram hukumnya dimasukkan ke dalam tubuh. Maka hukum melakukan vaksin ini adalah haram.
Namun hukum haram ini bisa berubah dalam kondisi tertentu, yaitu : bila tidak terdapat alternatif lain pengganti vaksin yang mengandung gelatin babi dan kuat dugaan orang yang tidak mendapat vaksin ini akan terserang penyakit berbahaya yang berakibat kepada cacat permanen atau bahkan kematian. Maka dalam kasus ini dapat digolongkan dalam kondisi darurat.
Laporan dari berbagai sumber memang dinyatakan bahwa vaksin meningitis mengandung gelatin babi. Gelatin babi hukumnya najis serta haram hukumnya dimasukkan ke dalam tubuh. Maka hukum melakukan vaksin ini adalah haram.
Namun hukum haram ini bisa berubah dalam kondisi tertentu, yaitu : bila tidak terdapat alternatif lain pengganti vaksin yang mengandung gelatin babi dan kuat dugaan orang yang tidak mendapat vaksin ini akan terserang penyakit berbahaya yang berakibat kepada cacat permanen atau bahkan kematian. Maka dalam kasus ini dapat digolongkan dalam kondisi darurat.
Allah berfirman.
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” [Al-An’am : 119]
Ini berarti, Allah menghalalkan bagi hamba-Nya sesuatu yang dia haramkan dalam kondisi darurat. l
Akan tetapi jika terdapat alternatif lain pengganti gelatin babi seperti gelatin sapi maka seyogyanyalah pihak yang berwenang di sebuah Negara berpenduduk mayoritas Islam untuk memberikan pelayanan yang paripurna terhadap rakyatnya.
[Ustadz Erwandi Tirmidzi MA, saat ini sedang menempuh Doktoral di Jami’ah Al-Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh, universitas terkemuka di KSA. Disalin dari Majalah Pengusaha Muslim Edisi 19 Volume 2/Agustus 2011]
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” [Al-An’am : 119]
Ini berarti, Allah menghalalkan bagi hamba-Nya sesuatu yang dia haramkan dalam kondisi darurat. l
Akan tetapi jika terdapat alternatif lain pengganti gelatin babi seperti gelatin sapi maka seyogyanyalah pihak yang berwenang di sebuah Negara berpenduduk mayoritas Islam untuk memberikan pelayanan yang paripurna terhadap rakyatnya.
[Ustadz Erwandi Tirmidzi MA, saat ini sedang menempuh Doktoral di Jami’ah Al-Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh, universitas terkemuka di KSA. Disalin dari Majalah Pengusaha Muslim Edisi 19 Volume 2/Agustus 2011]
Refrensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar